PENDAHULUAN
Hukum
pidana atau fiqih jinayah merupakan bagian dari syari’at islam yang berlaku
semenjak diutusnya Rosulullah. Oleh karenanya pada zaman Rosululah dan Khulafaur
Rasyidin, hukum pidana islam berlaku sebagai hukum publik. Yaitu hukum yang
diatur dan diterapkan oleh pemerintah selaku penguasa yang sah atau ulil amri.
Hukum pidana menurut syari’at islam merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan setiap muslim dimanapun ia berada. Syari’at islam merupakan hukum yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim, karena syari’at islam merupakan bagian ibadah kepada Allah SWT.
Hukum pidana menurut syari’at islam merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan setiap muslim dimanapun ia berada. Syari’at islam merupakan hukum yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim, karena syari’at islam merupakan bagian ibadah kepada Allah SWT.
Namun
dalam kenyataanya, masih banyak umat islam yang belum tahu dan paham tentang
apa dan bagaimana hukum pidana islam itu, serta bagaimana ketentuan-ketentuan
hukum tersebut seharusnya disikapi dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Maka pada kesempatan ini pemakalah akan mencoba menjelaskan apa itu fiqih
jinayah atau hukum pidana islam dan beberapa aspek didalamnya.
PENGERTIAN JINAYAH
Fiqih
jinayah terdiri dari dua kata yaitu fiqih dan jinayah. Pengertian fiqih secara
bahasa berasal dari kata faqiha, yang berarti mengerti, paham. Sedangkan secara
istilah sesuai yang dikemukakan oleh Abdul Wahab Khallaf adalah sebagai berikut
:
الفقه هو العلم بالاحكام الشرعية
العملية المكتسب من ادلتها التفصلية . او
هو مجموعة الاحكام الشرعية العملية المستفادة من ادلتها لتفصلية.
“fiqih
adalah ilmu tentang hukum-hukum syara’ praktis yang diambil dari dalil-dalil
yang terperinci. Atau fiqih adalah himpunan hukum-hukum syara’ yang bersifat
praktis yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci”.
Adapun
jinayah menurut bahasa adalah :
اسم لما يجنية المرء من شر ومااكتسبه.
“nama
bagi hasil perbuatan seseorang yang buruk dan apa yang dia usahakan”.
Kata
jinayat adalah jama’ dari kata jinayah. Jinayah adalah akar kata (masdar) dan
mashdar tidak dapat dijadikan kata jama’ kecuali apabila bertujuan memberi arti
bermacam-macam yaitu disengaja, tersalah dan sengaja yang tersalah.
Pada
dasarnya pengertian dari istilah jinayah mengacu pada hasil perbuatan seseorang
yang dilarang. Dikalangan fuqoha’, perkataan jinayah berarti perbuatan yang
terlarang menurut syara’, sebagaimana yang dikemukakan oleh Abdul Qadir Audah
yaitu sebagai berikut :
فالجناية اسم لفعل محرم شرعا. سواء وقع
الفعل علي نفس اومال او غير ذالك.
“jinayah
adalah suatu istilah untuk perbuatan yang dilarang syara’, baik perbuatan
tersebut mengenai jiwa, harta dan lainya” [1].
Dalam pengertian sempit Jinayah
merupakan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’ dan dapat menimbulkan
hukuman Had, bukan Ta’zir. Sedangkan pengertian luas Jinayah merupakan
perbuatan-perbuatan yang dapat mengakibatkan hukuman Had atau Ta’zir[2]
Jinayah adalah adalah suatu tindakan yang dilarang oleh syara`
karena dapat menimbulkan bahaya bagi agama, jiwa, harta, keturunan, dan akal.
Sebagian fuqaha menggunakan kata jinayah
untuk perbuatan yang berkaitan dengan jiwa atau anggota badan, seperti
membunuh, melukai dan sebagainya[3].
Jinayah adalah perbuatan yang diharamkan atau dilarang karena dapat menimbulkan kerugian atau kerusakan agama, jiwa, akal atau harta benda. Kata jinayah berasal dari kata janayajni yang berarti akhaza (mengambil) atau sering pula diartikan kejahatan, pidana atau kriminal[4].
Dalam
konteks ini pengertian jinayah sama dengan jarimah, sebagaimana yang
dikemukakan oleh Imam Al Mawardi, yaitu :
الجرائم محظورات شرعية زجر الله تعالي
عنها بحد اوتعزير.
“jarimah
adalah peruatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’ yang diancam oleh Allah
dengan hukuman had atau ta’zir”.
Jarimah
hudud adalah perbuatan pidana yang telah ditentukan bentuk dan batas hukumannya
dalam al-Qur’an dan As-Sunnah(hudud jamaknya hadd, artinya batas). Had adalah hukuman yang telah
ditentukan dalam nash al-Qur’an atau Sunnah Rasul dan telah pasti
macamnya serta menjadi hak Allah, tidak dapat diganti dengan macam hukuman lain
atau dibatalkan sama sekali oleh manusia[5].
Jarimah ta’zir adalah perbuatan tindak pidana yang
bentuk dan ancaman hukumnya ditentukan oleh penguasa sebagai pelajaran bagi
pelakunya (ta’zir artinya: ajaran atau pelajaran) [6]
sehingga dapat dikatakan bahwa Hukum ta’zir menjadi wewenang penguasa untuk
menentukannya[7].
Jadi
dapat disimpulkan bahwa pengertian fiqih jinayah adalah ilmu tentang hukum
syara’ yang berkaitan dengan masalah perbuatan yang dilarang (jarimah) dan
hukumnya, yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci.
Perlu
diketahui, pengertian fiqih jinayah diatas sejalan dengan pengertian hukum
pidana menurut hukum positif. Musthofa Abdullah SH dan Ruben Ahmad SH
mengemukakan bahwa hukum pidana adalah hukum mengenai delik yang diancam dengan
hukuman pidana. Atau dengan kata lain adalah serangkaian peraturan yang
mengatur masalah tindak pidana dan hukumannya[8].
RUKUN ATAU UNSUR
JINAYAH
Pengertian
jinayah yang mengacu pada perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’ dan
diancam dengan had atau ta’zir telah mengisyaratkan bahwa larangan-larangan
atas perbuatan-perbuatan yang termasuk kategori jinayah adalah berasal dari
ketentuan-ketentuan (nash-nash) syara’. Artinya perbuatan-perbuatan
manusia dapat dikategorikan sebagai jinayah jika perbuatan-perbuatan tersebut diancam
hukuman.
Karena
larangan-larangan tersebut berasal dari syara’, maka larangan-larangan tadi
hanya ditujukan kepada orang-orang yang berakal sehat. Hanya orang yang berakal
sehat saja yang dapat menerima panggilan (khitab) dan orang yang mampu
memahami pembebanan (taklif) dari syara’ tersebut[9].
Makhrus
Munajat, M.Hum (2009) menyatakan bahwa seseorang dikenai hukum jinayah
jika memenuhi dua unsur; yaitu umum dan khusus. Unsur umum terdiri
dari; 1. Formil, yaitu adanya ketentuan undang-undang. 2, Materiil,
yaitu sifat yang melawan hukum. 3. Moril, yaitu pelakunya mukallaf.
Sedangkan unsur khusus ialah unsur yang hanya terdapat pada perdana tertentu
dan antara satu jenis berbeda dengan lainnya, seperti pencurian jika ada
barangnya[10].
a.
Unsur Formal (Ar-Rukn, Al-Syar’i),
yaitu adanya nash atau ketentuannya yang menunjukkannya sebagai jarimah[11],
atau dapat juga diartikan adanya ketentuan yang melarang perbuatan-perbuatan
tertentu yang disertai dengan hukuman ancaman atas perbuatan-perbuatan tersebut[12].
Jarimah tidak akan terjadi sebelum dinyatakan dalam nash. Alasan harus
ada unsur ini antara lain firman Allah dalam QS. al-Isra`: 15 yang mengajarkan
bahwa Allah tidak akan menyiksa hamba-Nya sebelum mengutus utusan-Nya.
Ajarannya ini berisi ketentuan bahwa hukuman akan ditimpakan kepada mereka yang
membangkang ajaran Rasul Allah. Khusus untuk jarimah ta’zir, harus ada
peraturan dan undang-undang yang telah dibuat oleh penguasa[13].
b.
Unsur Material (Al-Rukn, Al-Madzi),
yaitu adanya perbuatan melawan hukum yang benar-benar telah dilakukan[14]
atau adanya unsur perbuatan yang membentuk jinayah baik melakukan pebuatan yang
dilarang, atau melakukan perbuatan yang diharuskan[15].
Hadist Nabi riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah mengajarkan bahwa
Allah melewatkan hukuman untuk umat Nabi Muhammad saw atas sesuatu yang masih
terkandung dalam hati, selagi ia tidak mengatakan dengan lisan atau mengerjakan
dengan nyata.
c.
Unsur Moral (Al-Rukn, Al-Adabi),
yaitu adanya niat pelaku untuk berbuat jarimah[16].
Pelaku kejahatan adalah orang yang dapat menerima khitab artinya pelaku
kejahatan tadi adalah mukallaf atau orang yang telah baligh, sehat akal
dan ikhtiyar (berkebebasan berbuat). Sehingga mereka dapat dituntut atas
kejahatan yang mereka lakukan[17].
Sehingga dapat disimpulkan bawa suatu
perbuatan dapat dikategorikan sebagai Jinayah, jika perbuatan tersebut
mempunyai unsur tadi. Tanpa ketiga unsur tersebut, sesuatu perbuatan tidak
dapat dikategorikan sebagai perbuatan jinayah.
KLASIFIKASI KEJAHATAN
PIDANA ISLAM (JARIMAH)
Konsep
jinayah sangat berkiatan erat dengan masalah “larangan” karena setiap perbuatan
yang terangkum dalam konsep jinayah merupakan perbuatan-perbuatan yang dilarang
oleh syara’. Larangan ini timbul karena perbuatan-perbatan itu mengancam
sendi-sendi kehidupan masyarakat. Oleh karena itu dengan adanya larangan, maka
keberadaan dan kelangsungan hidup bermasyarakat dapat dipertahankan dan
dipelihara.
Sesuai
dengan ketentuan fiqih, larangan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu
tidaknya cukup dengan “niat baik”, tetapi harus disertai sanksi (hukuman) yang
diancamkan kepada yang melakukan kejahatan. Oleh karena itu syari’at islam
telah menetapkan perbuatan tertentu sebagai kejahatan dan mengancamnya dengan
hukuman tertentu dengan maksud melindungi kepentingan kolektif dan sistem yang
diatasnya berdiri bangunan besar masyarakat.
Ditinjau dari berat- ringannya macam
hukuman yang diancamkan[18]
ada beberapa klasifikasi yang paling penting dan
paling banyak dibahas para ahli hukum islam mengenai kejahatan[19], yaitu:
1.
Jarimah
hudud, hudud adalah bentuk jama’ dari kata had yang
asal artinya sesuatu yang membatasi di antara dua benda. Menurut bahasa, kata had
berarti al-man’u (cegahan). Adapun menurut syar’i, hudud adalah
hukuman-hukuman kejahatan yang telah ditetapkan oleh syara’ untuk mencegah dari
terjerumusnya seseorang kepada kejahatan yang sama[20].
Kejahatan Hudud adalah kejahatan yang diancam dengan hukuman had yaitu hukuman yang
ditentukan sebagai hak Allah. Kejahatan ini merupakan kejahatan yang paling berat dalam hukum pidana Islam.
Hukum Pidana Islam tidaklah absolute, ortodok, melainkan memberikan
ruang gerak bagi akal fikiran manusia untuk berijtihad sehingga bisa merespon
kebutuhan masyarakat secara dinamis.
Pada hakikatnya, ada kebebasan untuk menetapkan
hukum, akan tetapi hukum Allah swt. tetap dijadikan rambu dalam menegakkan keadilan, maka
pemahaman jarimah hudud harus disikapi sebagai sebuah ijtihad Ulama terdahulu[21].
Ada
lima jenis kejahatan yang dikenai hukuman – hukuman (hudud) tertentu dari syar’I,
yaitu :
a.
Kejahatan
atas badan, jiwa dan anggota-anggota badan, yaitu yang disebut pembunuhan (al
qatl) dan pelukaan (al jarh)
b.
Kejahatan
atas anggota-anggota kelamin, yaitu yang disebut zina dan pelacuran (sifah)
c.
Kejahatan
atas harta. Jika harta ini diambil dengan cara memerangi, maka kejahatan ini
disebut dengan hirabah, yakni jika dilakukan tanpa alasan (ta’wil).
Apabila dilakukan dengan alasan, maka disebut dengan kezaliman. Terkadang
diambil dengan cara menunggu kelengahan dari suatu tempat penyimpanan maka
demikian itu disebut dengan pencurian. Dan adapula yang diambill dengan
menggunakan ketinggian martabat dan kekuatan kekuasaan, maka yang demikian itu
disebut dengan ghasab.
d.
Kejahatan
atas kehormatan yaitu yang disebut dengan qadzf
e.
Kejahatan
berupa pelanggaran dengan membolehkan makanan dan minuman yang diharamkan
syara’. Hanya saja dalam syari’at yang dikenai hukuman (had) dari
kejahatan tersebut hanya mengenai khamr (minuman keras saja).
Senada
dengan jenis
kejahatan diatas, menurut Muhammad Ibnu Ibrahim Ibnu Jubair, yang tergolong
kejahatan hudud ada tujuh kejahatan yaitu:
a.
riddah (murtad), orang yang menyatakan kafir setelah beriman dalam Islam, baik dilakukan
dengan; 1. perbuatan menyembah berhala, 2. dengan ucapan bahwa Allah mempunyai
anak, atau 3. dengan keyakinan bahwa Allah sama dengan makhluk. Adapula yang
menyebutkan bahwa yang dianggap murtad yaitu seseorang yang berbuat penghinaan
terhadap Nabi Muhammad saw[22], dan orang
yang memaksa untuk murtad[23].
b.
al
baghy (pemberontakan), yaitu keluarnya seseorang dari ketaatan kepada
Imam yang sah tanpa alasan. Pemberontakan merupakan upaya melakukan kerusakan[24].
c.
Zina adalah melakukan hubungan
seksual di luar ikatan perkawinan yang sah, baik dilakukan secara sukarela
maupun paksaan[25]
d.
qadzf (tuduhan palsu), adalah
menuduh wanita baik-baik berbuat zina tanpa ada bukti yang meyakinkan. Dalam
Islam, kehormatan, pencemaran nama baik adalah hak yang harus dilindungi, bukan
sekedar karena kebohongan[26].
e.
sariqoh (pencurian), ialah
perbuatan mengambil harta orang lain secara diam-diam dengan maksud untuk
memiliki serta tidak adanya paksaan[27].
f.
Muharobah
atau Hirobah (perampokan) adalah sekelomok manusia yang membuat keonaran, pertumpahan darah, merampas
harta, dan kekacauan[28].
g.
shurb
al khamr (meminum khamr). diharamkan, termasuk narkotika, sabu, heroin, dan
lainnya. Islam sangat memperhatikan kesehatan badan, jiwa dan kemanfaatan harta
benda[29].
2.
Jarimah
qishas, yaitu
jarimah yang diancam dengan hukuman qisas. Qisas adalah hukuman yang sama
dengan jarimah yang dilakukan[30].
Qishash jatuh pada posisi di tengah antara kejahatan
hudud dan ta’zir dalam hal beratnya. Sasaran dari kejahatan ini adalah
integritas tubuh manusia, sengaja atau tidak sengaja. Ia terdiri dari apa yang
dikenal dalam hukum pidana modern sebagai kejahatan terhadap manusia atau crimes
against persons. Yang termasuk jarimah ini ialah pembunuhan dengan sengaja
dan penganiayaan dengan sengaja yang mengakibatkan terpotongnya atau terlukanya
anggota badan[31]. Jadi
pembunuhan menyerupai sengaja, pembunuh dengan sengaja, pembunuhan karena kealpaan,
penganiayaan, menimbulkan luka/ sakit karena kelalaian, masuk dalam kategori
tindak pidana qishash ini.
3.
Jarimah
ta’zir. Jarimah
ta’zir adalah hukuman yang tidak dipastikan ketentuannya dalam nash
al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Jarimah ta’zir ada yang disebutkan dalam nash,
tetapi macam hukumannya diserahkan kepada penguasa untuk menentukannya, dan ada
jariamah yang macam maupun hukumannya diserahkan sepenuhnya kepada penguasa[32].
Landasan dan penentuan hukumnya didasarkan pada
ijma’ (konsensus) berkaitan dengan hak Negara muslim untuk melakukan
kriminalisasi dan menghukum semua perbuatan yang tidak pantas, yang menyebabkan
kerugian/kerusakan fiisk, sosial, politik, finansial, atau moral bagi individu
atau masyarakat secara keseluruhan.
Ta`zir adalah hukuman yang
bersifat mendidik atas perbuatan dosa yang belum ditetapkan oleh syara` atau
hukuman yang diserahkan kepada keputusan Hakim. Namun hukum ta`zir juga
dapat dikenakan atas kehendak masyarakat umum, meskipun bukan perbuatan
maksiat, melainkan awalnya mubah. Dasar hukum ta`zir adalah
pertimbangan kemaslahatan dengan mengacu pada prinsip keadilan.
Pelaksanaannyapun bisa berbeda, tergantung pada tiap keadaan. Karena sifatnya
yang mendidik, maka bisa dikenakan pada anak kecil. Jadi, jarimah ta`zir berbeda
dengan jarimah hudud.
Jarimah Ta`zir bisa dibagi menjadi tiga macam. Jarimah yang berasal dari hudud namun
terdapat syubhat. Jarimah yang dilarang nas, namun belum ada hukumnya.
Dan jarimah yang jenis dan sanksinya belum ditentukan oleh syara`.
Bentuk
sanksi ta`zir bisa beragam, sesuai keputusan Hakim, secara garis besar
dapat dibedakan menjadi; Hukuman mati bisa dikenakan pada pelaku hukuman berat
yang berulang-ulang. Hukuman cambuk, hukuman penjara, hukuman pengasingan,
menyita harta pelaku, mengubah bentuk barang, hukuman denda, peringatan keras,
hukuman nasihat, hukuman celaan, pengucilan, pemecatan, dan publikasi[33]
4.
Jarimah Qishash Diyat[34].
Qishash diyat adalah kejahatan
terhadap jiwa atau anggota badan yang diancam hukuman serupa ( qishash) atau
diyat ( ganti rugi dari si pelaku kepada si korban atau walinya).
Termasuk di dalamnya, pembunuhan dengan sengaja, semi sengaja, menyebabkan
kematian karena kealpaan, penganiayaan dengan sengaja, atau menyebabkan
kelukaan tanpa sengaja.
Hikmah berlakunya hukum ini adalah untuk keberlangsungan hidup. Dengan qishash
menghindari kemarahan pihak korban dan melenyapkan rasa dendam. Dengan diyat,
akan meringankan beban nafkah pihak korban dan akan merasakan keadaan
damai dan aman dalam kehidupan.
Pembunuhan
disengaja diberlakukan hukum pokok ( qishash), jika dimaafkan,
diberlakukan hukum pengganti ( diyat), dan bila keduanya dimaafkan,
maka diberlakukan hukuman ta`zir. Hakim bisa menetukan hukuman yang
lebih rendah atas persetujuan korban atau walinya secara kondisional, menurut
jenis pembunuhannya, siapa pelakunya, dan kenapa terjadi. Apapun substansinya,
hukum qishash adalah upaya menegakkan keadilan, sehingga dapat
diterima oleh semua golongan
HUKUMAN
Hukuman atau `uqubah dalam istilah Arab
merupakan bentuk balasan bagi seseorang yang atas perbuatannya melanggar
ketentuan syara` yang ditetapkan Allah dan Rasul-NYA untuk kemaslahatan
manusia. Hukuman diberlakukan dengan syarat, 1.hukuman itu disyariatkan,
2.dikenakan hanya pada pelaku, dan 3.berlaku bagi seluruh orang.
Hukuman dari segi pertaliannya dibagi empat macam;
pokok ( jarimah hudud), hukuman pengganti ( qishash diganti diyat),
hukuman tambahan (pelaku qazf, hilang hak warisnya), dan hukuman
pelengkap melalui keputusan hakim, seperti mengalungkan potongan tangan ke
leher.
Dari segi kewenangan hakim, ada hukuman yang
bersifat terbatas, seperti dera 100 bagi pezina. Dan lainnya bersifat
alternative untuk dipilih.
Sedangkan dari segi objek, dibagi menjadi;
1.hukuman jasmani; potong tangan, 2. psikologis; ancaman, dan 3. hukuman benda;
diyat, ganti rugi dan penyitaan harta.
Hukuman gabungan ialah serangkaian sanksi yang
diterapkan pada seseorang bila ia nyata melakukan jarimah berulang-ulang
dan antara perbuatan satu dan lainnya belum mendapatkan putusan terakhir.
Hukuman gabungan dibagi menjadi dua sifat, gabungan anggapan dan gabungan
nyata.
Pelaksanaan hukuman diklasifikasikan dalam tiga
ketentuan; jarimah hudud yang berwenang hanyalah Imam atau diwakilkan
kepada Hakim yang diangkat secara resmi. Jarimah Qishash Diyat dapat
dilakukan oleh korban atau walinya, tapi harus dibawah pengawasan Penguasa agar
tidak berlebihan, namun dianjurkan untuk diserahkan pelaksaannya kepada
Penguasa. Adapun pelaksanaan jarimah ta`zir, mutlak wewenang kepala
Negara atau Hakim. Jika dilaksanakan orang lain, akan dikenai sanksi.
Tujuan hukuman ialah menciptakan ketentraman
individu dan masyarakat serta mencegah perbuatan yang menimbulkan kerugian.
Dalam Islam mempunyai dua aspek; perventif (pencegahan) dan represif
(pendidikan). Kedua aspek tersebut akan menghasilkan kemaslahatan, yaitu
terbentuknya moral yang dilandasi Agama[35].
Hukum dari jinayah ini ada beberapa macam
tergantung perbuatannya[36]:
a.
Pembunuhan
Ada beberapa hukum dalam pembunuhan, pembunuhan yang disengaja, adapun
untuk pembunuhan yang disengaja dan terencana, maka pihak wali dari terbunuh
diberi dua alternatif, yaitu menuntut hukum qishash, atau memaafkan dengan
mendapat imbalan diat. Pembunuhan seperti di sengaja, dalam hal ini tiada wajib
qisas (balas bunuh) bagi si pembunuh, tetapi diwajibkan ke atas keluarga
pembunuh untuk membayar diyat mughallazah (denda yang berat) dengan secara
beransur – ansur selama tiga tahun kepada keluarga korban. Pembunuhan tidak di
sengaja, bagi si pembunuh tidak dikenakan qisas (balas bunuh) tetapi dia
dikenakan diyat mukhafafah (denda yang ringan). Diyat itu dibayar oleh
adik-beradik pembunuh dan bayarannya boleh ditangguhkan selama tiga tahun.
b.
Pencurian
Dalam Al-Quran, pelaku pencurian diancam hukuman potong tangan dan akan diazab diakherat
apabila mati sebelum bertaubat dengan tujuan agar harta terpelihara dari tangan
para penjahat, karena dengan hukuman seperti itu pencuri akan jera dan
memberikan pelajaran kepada orang lain yang akan melakukan pencurian karena
beratnya sanksi hukum sebagai tindakan defensif (pencegahan). Dalam ijtihad, potong-tangan diberlakukan untuk
pencuri professional. Dalam teori halah al-had al-a`la, hukum potong
tangan dalam kejadian tertentu dapat digantikan dengan hukuman lain yang lebih
rendah, tetapi tidak boleh diganti dengan yang lebih tinggi[37].
c.
Perzinahan
Sanksi hukum bagi yang melakukan perzinahan adalah dirajam (dilempari
dengan batu sampai mati) bagi pezina mukhshan; yaitu perzinahan yang dilakukan
oleh orang yang telah melakukan hubungan seksual dalam ikatan perkawinan yang
sah. Atau dicambuk 100 kali bagi pezina ghoer mukhshan; yaitu perzinahan yang
dilakukan oleh orang yang belum pernah melakukan hubungan seksual dalam ikatan
perkawinan yang sah.
Rajam adalah alternatif hukuman terberat dan bersifat
insidentil. Penerapannya lebih bersifat kasuistik, karena hukuman mati dalam Islam harus
melalui pertimbangan matang kemaslahatan individu dan masyarakat[38].
d.
Qadzaf
Sanksi
hukumnya adalah dicambuk 80 kali. Sanksi ini bisa dijatuhkan apabila tuduhan
itu dialamatkan kepada orang Islam, baligh, berakal, dan orang yang senantiasa
menjaga diri dari perbuatan dosa besar terutama dosa yang dituduhkan.
e.
Muharobah atau Hirobah
Hukuman bagi muharobah adalah hukuman bertingkat. Sanksi hukum pelaku muharobah adalah : dipotong
tangan dan kakinya secara bersilang apabila ia atau mereka hanya mengambil atau
merusak harta benda; dibunuh atau disalib apabila dalam aksinya itu ia membunuh
orang; dipenjara atau dibuang dari tempat tinggalnya apabila dalam aksinya
hanya melakukan kekacauan saja tanpa mengambil atau merusak harta-benda dan
tanpa membunuh.
f.
Riddah.
Dalam
hadis, hukum
riddah
dibunuh. Namun dalam pemahaman kontektual bahwa murtad, hanya dihukumi
ta`zir, karena sanksinya bersifat akhirat[39],
murtad hanya dihukum jika mencaci maki agama, akan tetapi bisa dikenai
hukuman mati dengan ta`zir jika terbukti melakukan desersi sedang
negara dalam keadaan perang[40].
g.
al baghy (pemberontakan)
Islam
memerintahkan Pemerintah untuk berunding, dan diperangi apabila tidak bersedia
kembali bergabung dalam masyarakat[41].
Bahkan mayatnya tidak perlu dishalati seperti yang lakukan oeh Ali bin Abi
Thalib[42].
h.
shurb al khamr
(meminum khamr).
Hukumannya
40 kali dera sebagai had, dan 40 kali dera sebagai hukum ta`zir sebagaimana
yang dipraktekkan oleh Umar bin Khattab[43].
ASAS-ASAS UMUM DALAM HUKUM PIDANA ISLAM
Asas legalitas ialah keabsahan sesuatu menurut
undang-undang. Dalam Islam, secara substansial ialah ayat-ayat Al-Qur`an,
diantaranya; Al-Isra 15, Al-Qasas 59, Al-An`am 19, dan Al-Baqarah 286. Dari
ayat-ayat tersebut, fuqaha merumuskan beberapa kaidah hukum Islam. Dari
kaidah-kaidah tersebut memunculkan dua syarat yang harus dipenuhi sehingga
dikatagorikan tindak pidana. Pertama, pelaku tidak gila dan bukan karena
membela diri. Kedua, perbuatan tersebut diketahui jelas ada ancaman bagi yang
melanggar.
Maka “tidak ada hukuman bagi mukallaf sebelum
adanya ketentuan nas”. Namun ada beberapa jarimah yang diberlakukan
asas surut karena akan sangat berbahaya dan mengganggu kepentingan umum jika
tidak diterapkan hukuman.
Berkaitan dengan asas Praduga tak bersalah adalah
batalnya hukuman karena adanya syubhat (keraguan), karena dalam hadis
Nabi menyatakan, lebih baik salah dalam membebaskan daripada salah dalam
menghukum. Akan tetapi dalam membatalkan hukuman, Hakim (jika diperlukan) masih
memiliki otoritas untuk menjatuhi hukuman bagi terdakwa[44].
PERCOBAAN MELAKUKAN JARIMAH
Percobaan tindak pidana adalah tidak selesainya
perbuatan pidana karena adanya factor eksternal, namun pelaku telah berencana
dan memulai perbuatannya. Maka perbuatan tersebut dianggap maksiat dan bisa
dihukumi ta`zir oleh Hakim dan jelas berbeda hukumannya dengan
perbuatan yang selesai. Jika tidak selesainya perbuatan karena perubahan niat
dalam dirinya, maka tidak dianggap maksiat. Tapi jika tidak selesai karena
ketahuan oleh pihak lain, maka ia bisa dikenakan hukum maksiat dengan ta`zir
hakim. Fase perencanaan dan persiapan tidak bisa dikatakan jarimah, dalam
Islam hanya jika terjadi perbuatan telah selesai. Meskipun dalam hukum positif,
perencanaan tersebut dianggap kejahatan bila dapat dibuktikan.
Dalam perkara percobaan melakukan jarimah mustahil,
Islam tidak menjadikan soal apakah kemustahilan tersebut karena kesalahan alat
atau karena salah tujuan. Selama niatan pelaku telah menjelma pada perbuatan
yang berbentuk maksiat, maka harus dihukumi atas pertimbangan Hakim[45].
TURUT SERTA BERBUAT JARIMAH
Pengertian turut serta dan berserikat sangat
berbeda. Istilah turut serta, tidak nyata dalam kejadian, bisa jadi hanya
menyuruh, otak perencanaan atau lainnya. sedangkan berserikat keduanya
merupakan pelaku utama.
Turut serta jarimah tidak langsung dapat
berbentuk; persepakatan, menghasud atau menyuruh, dan memberi bantuan. Juga
akan timbul beberapa kemungkian; 1. pelaku tidak langsung lebih berat daripada
yang langsung, seperti kesaksian palsu. 2. Pelaku langsung lebih kuat daripada
yang tidak langsung, seperti menjatuhkan orang ke jurang. 3. Kedua perbuatan
pelaku seimbang, seperti memaksa membunuh.
Dalam Islam hukuman hanya dijatuhkan pada pelaku
langsung, bukan terhadap pelaku turut serta yang tidak langsung untuk
menghindari syubhat . Akan tetapi dalam jarimah tertentu,
seperti pembunuhan dan penganiayaan, pelaku tidak langsung dikenai hukum ta`zir
, sedangkan pelaku langsung dikenai hukum hudud atau qishash atau
diyat[46].
PERTANGGUNG-JAWABAN PIDANA
Pertanggungjawaban Pidana dapat diartikan sebagai
bentuk pembebanan pada seseorang akibat perbuatannya yang dilarang atau tidak
berbuat yang seharusnya dikerjakan, dengan kemauan sendiri dan tahu akan akibat
dari berbuat atau tidak berbuat. Melawan hukum atau melakukan perbuatan yang
dilarang dapat disebabkan karena sengaja, dan adakalanya keliru.
Seorang Hakim jika memutuskan potong-tangan tidak
bisa diqishash karena ia dalam posisi melakukan ketentuan syariat. Seseorang
yang dipaksa melakukan kejahatan oleh Penguasa tidak bisa dihukum. Seseorang
yang dipaksa berzina juga masuk pengecualian hukum. Seseorang yang membunuh
untuk pembelaan diri termasuk pengecualian hukum. Adanya syubhat dalam
kasus tertentu juga menjadi penghalang berlakunya hukum. Pemberian maaf juga
dapat menggugurkan hukuman, kecuali pada hal tertentu seperti pembunuhan secara
keji dan direncanakan tidak bisa dimaafkan[47].
HIKMAH MEMPELAJARI JINAYAH DAN HUDUD
Ada beberapa hikmah yang dapat dipetik dalam mempelajari
jinayah dan hudud, hikmah- hikmah tersebut antara lain sebagai berikut:
1.
Mengandung prinsip bahwa melakukan tindakan kriminal atau suatu tindakan
yang dapat merugikan orang lain sangat lah tidak baik dan sangat tidak disukai
oleh Allah. Oleh karena itu, perbuatan tersebut harus di tinggalkan[48].
2.
Dengan mempelajari jinayah dan hudud, maka kita akan mengetahui macam-
macam tindakan kriminal dan hukumnya.
3.
Dapat mempertebal rasa persaudaraan, karena perbuatan yang dapat merugikan
orang lain sangat di benci oleh Allah SWT.
4.
Dapat mengingatkan kita akan adab dalam bergaul di masyarakat.
5.
Dapat mempertebal rasa keimanan kepada Allah SWT[49].
Ncaa Basketball Picks and Parlay Analysis - Golden 코인카지노 코인카지노 gioco digitale gioco digitale fun88 soikeotot fun88 soikeotot 509Bovada Free Bet - mets odds today
BalasHapus